Thursday 22 December 2016
Di Pantai Pangandaran ada Cerita Unik dan Nasib Pencuri Ikan
“Maaf Mba, batu-batu
itu nggak boleh dibawa pulang, nanti
bisa kesurupan. Kemarin ada orang dari Bandung kesurupan setelah mengambil batu
dari sini,” kata tukang perahu kepada salah seorang perempuan setengah baya.
Memang, kejadian itu sudah lama terjadi. Yaitu pada
hari kedua Idul Fitri 1437 H yang lalu. Ketika
kami sedang melihat kapal illegal fishing
di pantai Pasir Putih, Pangandaran, Jawa Barat. Tetapi tidak ada salahnya untuk berbagi cerita.
Sebelum ke pantai Pangandaran, kami sempat mengunjungi
Batu Hiu. Yang berjarak sekitar 14 km dari Pangandaran. Karena hari
masih siang dan cuaca cerah maka
kami putuskan mengunjungi pantai
Pangandaran. Bagi saya entah yang keberapa kali datang
ke pantai itu. Rasanya tak pernah bosan. Daya tarik pantai Pangandaran selalu
membuat penasaran untuk dikunjungi.
Pada hari itu pengunjung yang mau liburan ke pantai
Pangandaran sudah ramai. Hal itu terlihat antrian kendaraan memadati pintu gerbang
menuju obyek wisata Pangandaran. Agar tidak terjebak antrian panjang, kami
memilih jalan alternatif.
Setelah memasuki
perkampungan obyek wisata, kemacetan pun tak bisa dihindari. Jalan menuju ke
pantai dipadati kendaraan para wisatawan. Sehingga laju kendaraan pun berjalan tersendat-sendat.
Untuk memperlancar arus kendaraan petugas memberlakukan jalan satu arah. Semua
kendaraan diarahkan menuju pantai timur.
Ketika kami tiba di pantai timur, di sepanjang jalan
itu sudah dipenuhi jejeran kendaraan terparkir. Begitu pun di hotel-hotel dan rumah-rumah
penginapan, sudah dipenuhi berbagai jenis mobil dan motor. Untuk parkir jenis truk,
bus besar dan ukuran sedang ditempatkan di areal parkir pasar cenderamata. Sebagian
di lapangan ujung tol pantai barat dan lapangan Tapang Doyong.
Saat itu mencari tempat parkir dibutuhkan kesabaran. Kami
pun sekitar setengah jam baru mendapat tempat di dekat pintu masuk sebelah
barat Cagar Alam. Tampak di sekitar pintu masuk ke Taman Wisata Alam Penanjung
itu begitu ramai. Memang, di Pangandaran itu tidak identik dengan wisata pantai
saja. Tetapi ada juga spot menarik untuk di jelajah yaitu hutan lindung Cagar
Alam dan satwa.
Keramaian juga terlihat di sepanjang pantai sebelah barat.
Keceriaan para pengunjung pantai terlihat jelas. Mereka nampak asik bermain-main,
ada yang berenang-renang, main bola, ada yang asik main pasir. Bahkan ada juga
yang naik kuda dan lain-lain. Mereka semua terlihat bersuka cita, dan hirau oleh
panas pancaran sinar matahari.
Di tengah keramaian wisatawan, terlihat para petugas
penjaga pantai terlihat hilir mudik. Mengawasi pengunjung yang sedang berenang.
Sekali-kali terdengar melalui pengeras suara. Megingatkan agar berenang tidak
melebihi batas yang sudah ditentukan karena berbahaya. Ada batas zona aman bagi yang berenang. Ditandai dengan pelampung bendera merah di
sepanjang pantai, baik di pantai timur maupun barat.
Di antara keramaian pengunjung itu berjejer beberapa perahu-perahu
nelayan. Rupanya sebagian nelayan di Pangandaran ketika ramai wisatawan, tidak menangkap ikan. Mereka memilih mencari tambahan rezeki sebagai jasa
antarjemput para turis, yang ingin melihat pemandangan
kehidupan bawah laut. Seperti melihat-lihat ikan hias, melihat taman karang laut.
Atau menyeberang ke pantai pasir putih di Cagar Alam untuk melihat monumen kapal
illegal fishing.
Adapun untuk ongkos naik perahu cukup Rp 10,000,-/orang pulang pergi. Kapasitas setiap perahu-perahu dibatasi
hanya mengangkut 10 orang, tidak boleh lebih.
Karena jika lebih dari sepuluh orang bisa berbahaya.
Setelah adanya kapal illegal fishing yang didamparkan di laut Pangandaran. Dan gencarnya pemberitaan media
tentang kapal kontroversi itu. Banyak pengunjung pantai yang penasaran ingin
melihat kapal itu dari dekat. Hal itu sekaligus menambah daya tarik tersendiri.
Tentu keadaan ini secara tidak langsung menambah ‘panen’ bagi nelayan setempat. Tidak aneh ketika itu, di laut Pangandaran ramai oleh hilir mudik
perahu-perahu mengangkut wisatawan.
Dan kami juga ikut menyeberang ke pantai pasir putih di
Cagar Alam. Kebetulan pada waktu itu kondisi air laut sedang surut. Sehingga pantai
di pasir putih sebagian menjadi kering, bisa untuk jalan kaki. Keadaan demikian
memudahkan para pengunjung menghampiri kapal itu lebih dekat. Padahal kalau air
laut sedang pasang untuk menjangkau ke kapal FV Viking harus dari atas perahu.
Karena kapal mudah dijangkau, banyak juga pengunjung yang nekad
naik ke atas kapal itu. Melalui dua buah tambang yang menjulur ke bawah.
Setelah berada di atas kapal, mereka manfaatkan untuk berfoto ria atau
berswafoto (selfie).
Padahal di dinding kapal itu sudah ada sebuah spanduk berisi himbauan: dilarangan menaiki kapal berbahaya,
begitu isinya. Tetapi tetap saja banyak yang hirau dan mengabaikan peringatan
itu.
Menurut beberapa sumber, kapal FV. Viking berbendera Nigeria itu
diketahui sudah menjadi buronan Norwegia, negara yang memproduksi kapal
tersebut. Status buronan tersebut ditetapkan Norwegia sejak 2013, atau sejak
kapal tersebut diketahui melakukan aksi illegal fishing. Dan kapal itu telah menjadi buronan dari 13 negara
bertahun-tahun. Kapal penangkap ikan itu juga tercatat sudah 13 kali ganti
nama, 12 kali ganti bendera, dan 8 kali ganti call sign.
Setelah ditangkap pada 26 Februari 2016 di Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Riau. Kini kapal berbobot 1.322 gross
tonnage (GT) itu, oleh satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kapal itu dijadikan monumen illegal fishing di pantai barat Cagar Alam
Pangandaran. Ini merupakan sebuah pembuktian kepada dunia Internasional. Bahwa
Indonesia serius memberantas pencurian ikan di perairan Indonesia. Komitmen ini ditegaskan Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.
Sementara hari semakin sore, para pengunjung pantai terlihat masih
saja ramai. Sekitar pukul 5.00 WIB sore, kami memutuskan untuk pulang. Tetapi
untuk kembali pulang, kami harus bersabar menunggu. Karena perahu yang tadi
mengantarkan kami masih sibuk mengantarjemput penumpang lain.
Ketika sedang asik menunggu perahu jemputan. Saya menyimak obrolan tukang perahu
dengan seorang perempuan, tidak jauh dari tempat saya berdiri. Keduanya
membicarakan masalah batu-batu yang akan dibawa oleh perempuan itu. Ada salah
satu perkataan si Abang perahu yang cukup menarik.
“Maaf Mba, batu-batu itu nggak boleh dibawa pulang nanti bisa
kesurupan. Kemarin ada orang dari Bandung kesurupan setelah mengambil batu dari
sini,” kata si Abang tukang perahu kepada perempuan setengah baya itu.
Perkataan tukang perahu yang
berbau klenik itu cukup menggelitik. Apa benar batu karang itu bisa menyebabkan
kesurupan? Tidak tahu pasti. Menurut saya si Abang perahu itu cukup bijak,
ambil sisi positifnya saja. Itu bagus juga, agar tempat-tempat wisata dimanapun
tidak dirusak oleh tangan-tangan iseng oknum wisatawan. Sebab prilaku tidak
elok itu lama kelamaan bisa menyebabkan kerusakan lingkungan dan keindahan
obyek wisata itu sendiri.
Sebuah pembelajaran dari tukang perahu. Secara tidak
langsung sudah menjaga lingkungan dengan caranya sendiri.
Dan tidak berapa lama perahu penjemput pun datang,
akhirnya kami bisa pulang. Meninggalkan bangkai kapal yang sudah berkarat itu,
sebagai monumen illegal fishing di laut
Pangandaran.