Monumen Illegal Fishing di Pantai Pangandaran

Maaf Mba, batu-batu itu nggak boleh dibawa pulang, nanti bisa kesurupan. Kemarin ada orang dari Bandung kesurupan setelah mengambil batu dari sini, kata tukang perahu kepada salah seorang perempuan setengah baya.

Gunung Prau Dieng Suguhkan Pesona Kahyangan

“Bangun,… bangun…, ayo bangun kalau kepengen melihat pamandangan bagus! Udah jauh-jauh bayar. Kalau mau numpang tidur jangan di sini, di rumah nenek saja!,” begitu teriak salah satu petugas (ranger) ketika menjelang subuh.

Menyaksikan Pohon 'Berdarah' di hutan Gunung Halimun

Ketika bedog (golok) itu digoreskan sedikit saja ke kulitnya. Cairan berwarna merah darah itu membuai keluar. Seketika kami terpana melihatnya. Sambil menatap ujung jari telunjuk sang pemandu yang mencolek lelehan cairan itu.

Menikmati Cakrawala Biru di Laut Batu Hiu

“Bulan di Batu Hiu” adalah sebuah judul lagu pop Sunda. Mengisahkan sebuah janji cinta. Disaksikan bulan purnama dikeindahan Batu Hiu. Dari keindahan Batu Hiu itulah telah menginspirasi Doel Sumbang dalam mencipta.

Hari Kartini di Gunung Gede

Lagu Indonesia Raya pun bergema ketika ratusan pencinta alam memperingati hari Kartini di lembah Gunung Gede-Pangrango. Terasa haru, sebuah rasa nasionalisme yang patut ditiru oleh semua penduduk negeri ini.

Sunday 15 November 2015

Waduk Jatigede Destinasi Wisata Potensial di Sumedang

Di bawah pohon rindang di pinggir jalan berdebu. Orang tua itu seolah tak peduli oleh lalu lalang mobil dan motor yang ramai melintasi jalan itu. Ia sibuk sendiri menggali lubang untuk mendirikan tiang bambu. Sepertinya ia akan membuat sebuah saung sebagai tempat jualan -- mencoba mengais rezeki dari ramainya hilir mudik kedatangan para wisatawan ke lokasi bendungan Jatigede.


Waduk Jatigede. Proyek bendungan yang digagas era Soekarno sejak tahun 1963 lalu. Akhirnya pada 31 Agustus 2015 diresmikan oleh Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada awalnya akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, tetapi batal datang. Sepertinya pemerintah mengejar pencapaian target listrik 35.000 Megawatt harus terpenuhi. Dengan diresmikannya bendungan Waduk Jatigede diharapkan dapat mengurangi krisis energi di negeri ini.

Bendungan Serbaguna Jatigede ini membendung aliran air Kali Cimanuk. Terletak di Kampung Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Bendungan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Jatiluhur ini, menelan dana  tak kurang dari 7 triliun. Menurut sumber dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, total nilai kontrak proyek adalah US$239,573 dengan kontraktor dari Indonesia yaitu Wika, Waskita dan PP bersama China Sinohydro Corp.


Direncanakan bendungan ini akan menghasilkan energi listrik sebesar 110 Megawatt. Kemudian listrik yang dihasilkan Waduk Jatigede akan masuk ke sistem tranmisi Jawa-Bali. Selain itu akan mengairi sawah seluas 130.000 hektar di Kabupaten Indramayu, Majalengka dan Cirebon. Juga sebagai pengendali banjir di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Tidak hanya itu air bendungan Waduk Jatigede bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sarana olahraga, parawisata, budidaya ikan air tawar dan lain sebagainya.

Kondisi awal penggenangan

Tetapi dampak sosial yang diakibatkan proyek Jatigede tidaklah kecil. Adalah harus menenggelamkan areal seluas 6.738 hektar. Meliputi: sawah, hutan, permukiman rakyat, ladang, kebun, jalan desa, sekolah, tempat peribadatan dan lain-lain. Tidak hanya itu, ada 48 situs cagar budaya para leluhur kerajaan Sumedang Larang di daerah genangan harus dipindahkan. Di samping itu ribuan warga dari 35 Desa di 6 kecamatan yaitu; Jatigede, Cadasngampar, Wado, Cisitu, Situraja, dan Darmaraja. Harus meninggalkan tempat tinggal dari tanah leluhurnya yang sudah ditempati puluhan tahun.



Pada suatu kesempatan saya coba mengunjungi Waduk Jatigede itu. Untuk menuju ke lokasi, dari Bandung bisa melalui arah kota Sumedang. Dari patung endog (telor) lurus sedikit, putar balik terus belok kiri ke arah jalan Situraja-Wado (soalnya tidak boleh belok kanan langsung). Jika memakai jalan lingkar luar jalur ke Cirebon dari arah terminal bus Kota Sumedang akan menemukan putaran perempatan Alam Sari. Terus lurus, langsung ke arah Situraja-Wado. Bisa juga melalui jalur ke arah Cirebon. Tetapi menurut saya melewati jalur Cirebon kalau dari Bandung agak jauh, dibandingkan lewat Situraja.

Apabila sudah sampai di Kecamatan Situraja. Sekitar 400 meter sehabis pasar Situraja, ada jalan sedikit menurun siap-siap belok kiri. Tepatnya belok dari Warung Ketan. Terus cari arah Desa Sudapati-Pajagan berlanjut ke Jatigede. Melewati jalur ini jangan sungkan untuk bertanya. Sebab di jalan ini tidak ada petunjuk arah menuju bendungan. Jalan perkampungan ini agak sempit tetapi sudah diaspal. Setelah memasuki lokasi bendungan kondisi jalan agak bergelombang karena dalam tahap perbaikan. Tetapi mudah dilalui kendaraan mobil maupun motor.
Pintu sbuang aluran air

Bagi pengunjung yang akan berwisata dari arah Garut, Tasikmalaya ada dua pilihan jalur menuju Jatigede. Jalur pertama, bisa melalui jalur Wado menuju Cadasngampar. Tetapi lewat jalur ini wisatawan hanya bisa melihat pemandangan bendungan Jatigede dari perbukitan. Pengunjung tidak bisa menuju pintu gerbang utama bendungan. Karena akses jalan dari arah Wado menuju Jatigede sebagian sudah terendam air.


Sedangkan jalur kedua bisa melalui jalan utama Wado-Sumedang. Awal memasuki Kecamatan Situraja di pertigaan kampung Cisitu atau Malingping, bisa langsung belok kanan. Atau belok kanan dari Warung Ketan sama saja akan ketemu di jalan Desa Pajagan, dan berlanjut ke Jatigede. Nantinya ada jalan utama yang menghubungkan dari bendungan Waduk Jatigede langsung ke jalan raya Wado-Sumedang, sekarang masih dalam tahap pengerjaan.


Melalui jalur Situraja ini, dari jalan raya Wado-Sumedang ke Waduk Jatigede lebih dekat. Waktu tempuh kira-kira satu jam ke lokasi bendungan -- melewati beberapa desa dan perkampungan penduduk. Setelah sampai di Desa Pajagan pengunjung akan melewati hutan jati, dan tidak lama akan tiba di areal proyek bendungan Waduk Jatigede.

Pengunjung yang berasal dari arah Situraja ini akan tiba dari samping selatan tembok bendungan Jatigede. Posisinya berada di atas bukit yang sudah diratakan untuk areal parkir dan sebagai sarana pandang bagi para wisatawan. Sayang, permukaanya masih tanah merah. Jika musim hujan tanah akan lengket dan licin. Berbeda dengan areal parkir di sebelah utara bendungan relatif lebih baik.
Patahan Bukit Baribis
Memasuki areal proyek bendungan ini pengunjung akan dikenakan restribusi parkir. Untuk sepeda motor Rp 5.000,-, mobil Rp 10.000,-. Pengelolaan parkir sebelah selatan bendungan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Pajagan, Kecamatan Cisitu. Sedangkan pengeloaan restribusi parkir di areal sebelah utara dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa Cijeungjing.

Jika ingin melihat lebih dekat ke pintu gerbang utama bendungan. Pengunjung dari arah Situraja bisa langsung menyusuri jalan agak menurun. Jalan yang berada di belakang bentangan tembok raksasa sepanjang 1.715 meter itu. Kemudian melewati jembatan kali Cimanuk dan akan ketemu jalan raya dari arah Tomo-Tolengas, dan akan tiba di lokasi depan bendungan Jatigede.


Bagi pengunjung dari Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Kuningan. Bisa melalui tujuan Tomo-Tolengas dan berlanjut ke Desa Cijeungjing, Jatigede. Lewat jalur ini kondisi jalan cukup lebar beraspal mulus dan bisa langsung menuju areal depan obyek wisata Jatigede.

Gencarnya pemberitaan Waduk Jatigede di media, banyak mengundang rasa penasaran masyarakat untuk melihat langsung ke lokasi. Tak heran setiap akhir pekan antrian kendaraan mobil dan motor wisatawan berdatangan dari berbagai daerah. Indikasinya terlihat dari plat kendaraan terparkir dan yang baru berdatangan. Seperti dari Bandung, Garut Indramayu, Majalengka, Cirebon, Kuningan dan lain-lain.

Terlepas dari pro-kontranya keberadaan bendungan Waduk Jatigede-- telah dan akan menjadi destinasi wisata baru di Kabupaten Sumedang. Seperti pada Sabtu lalu, walaupun siang itu terik matahari cukup panas. Tetapi tak menyurutkan semangat para wisatawan datang untuk melihat Waduk Jatigede lebih dekat. Ada yang datang perorangan, dan ada juga secara rombongan dengan bus carteran. Tak ketinggalan para komunitas biker turut hadir meramaikan suasana. Siang itu petugas parkir dibantu aparat kepolisian dibuat sibuk mengatur keluar masuk kendaraan.



Untuk melihat lebih dekat ke kostruksi bendungan. Para pengunjung harus rela berjalan kaki kira-kira 300 meter dari areal parkir, jarak yang cukup lumayan untuk menguras keringat. Disarankan bagi pengunjung untuk membawa payung untuk berjaga-jaga dari sengatan panas matahari, dan turun hujan. Kendaraan tidak diperbolehkan masuk lebih dekat ke areal proyek. Mungkin faktor keamanan, karena akan mengganggu aktivitas para pekerja. Seperti ketika itu masih terlihat keluar masuk lalu-lalang kendaraan berat.

Pengunjung pun tidak diperbolehkan masuk dan naik ke atas tembok utama bendungan. Akses pintu masuk utama tembok bendungan dijaga anggota TNI, bersama pekerja proyek. Para wisatawan yang datang hanya bisa melihat dari tempat yang sudah disediakan. Dari situ dapat melihat pemandangan, perbukitan yang sudah digunduli. Serta melihat genangan air yang lambat laun sudah merambat naik merendam persawahan dan perkampungan penduduk.


Ternyata dari sekian banyak pengunjung, ada di antara mereka yang merasa sedih melihat tanah dan kampung halamannya harus lenyap. Betapa tidak di tanah itu mereka sudah tinggal puluhan tahun. Dan di tanah itu mereka dilahirkan dan dibesarkan, kini harus mereka tinggalkan.

Setelah  mengunjungi Waduk Jatigede. Penulis juga menyempatkan diri melihat ke daerah genangan di kampung Cibungur, Desa Jatibungur, Kecamatan Darmaraja. Terlihat beberapa rumah sudah dibongkar dengan sukarela. Bahkan ada warga sedang berkemas akan pindah. Tak kalah sibuk, di sudut lain  ada juga yang sedang menyiapkan bahan bangunan, dan memilah-milah batu bata dari sisa reruntuhan. Sementara di jalanan kampung itu tampak hilir mudik mobil bak terbuka, dan truk mengangkut bahan bangunan. Hal yang sama sepertinya terjadi di kampung lain yang terkena genangan Waduk Jatigede.


Mereka yang sudah membongkar rumah dan pindah tempat tinggal ini umumnya sudah mendapatkan uang tunai yang  besarannya berbeda setiap keluarga, tergantung masuknya ke kelompok mana. Pemerintah membagi dua kelompok keluarga. Untuk kelompok A, adalah mereka yang berhak mendapatkan konpensasi berdasarkan Permendagri No. 15 tahun 1975, besaran uang untuk rumah pengganti Rp 122.591.200,- . Sedangkan untuk kelompok B, adalah berdasarkan Keppres No.55 tahun 1993, dan Perpres No.36 tahun 2005, besaran uang santunan Rp 29.360.192,-. Kelompok B ini umumnya berasal dari pecahan keluarga.


Tidak mudah untuk mendapatkan uang pengganti itu. Setiap keluarga harus melengkapi berbagai persyaratan administrasi terlebih dahulu. Bahkan jika ahli waris sudah ada yang meninggal maka harus mengikuti sidang ahli waris. Tentunya setelah melengkapi berkas-berkas yang diperlukan, dan sudah lolos verifikasi dan divalidasi. Tak heran hampir setiap hari kecuali hari libur ada sidang maraton di pengadilan Agama Kabupaten Sumedang. Semenjak ada sidang ahli waris  dampak proyek Jatigede setiap hari kantor itu mendadak ramai, tidak seperti biasanya.

Salah satu areal pesawahan di Kampung Cibungur, Darmaraja sebelum tergenang


Bongkaran rumah di Cibungur, Darmaraja


Persoalan belum tuntas. Setelah mendapatkan uang tunai pun warga dampak Jatigede dibuat bingung mengatur biaya untuk pindah, dan membangun tempat tinggal baru. Harga tanah dan bahan bangunan di daerah itu mendadak ikut meroket. Bahkan sampai saat ini pun masih banyak warga yang bertahan di daerah genangan. Karena mereka belum menemukan kecocokan tempat untuk pindah, baik dari harga maupun lokasinya. Permasalahan krusial lain adalah hilangnya mata pencaharian mereka, yang rata-rata petani.


Terlepas dari semua persoalan yang dihadapi warga dampak Waduk Jatigede. Kabupaten Sumedang kelak akan mempunyai obyek wisata baru yang potensial untuk berkembang. Dengan adanya dukungan jalan tol Cisumdawu sepanjang 60 km yang menghubungkan Cilenyi, Sumedang. Dawuan. Dan juga adanya Bandara Internasional Kertajati di Majalengka dalam pengerjaan. Nantinya bisa menjadi kredit poin untuk menarik para wisatawan baik lokal maupun asing berkunjung ke obyek wisata Jatigede dan tempat-tempat wisata lain di Kota Sumedang.

Diharapkan pengembangan wisata Waduk Jatigede dan sekitarnya bisa cepat terwujud. Sehingga akan mendongkrak perekonomian masyarakat itu sendiri. Tentunya dalam pengembangan obyek wisata nanti, diharapkan melibatkan dan mengutamakan sumberdaya dari warga sekitar yang terkena proyek Waduk Jatigede. Sehingga mereka akan merasakan manfaat nyata. Dan mereka pun bisa segera mendapatkan kembali mata pencaharian baru dari kebangkitan parawisata di daerah tersebut. Semoga!